Jumat, 19 Desember 2008

WHAT"S TO BE DONE.....???

APA YANG HARUS DIKERJAKAN.....???

OLEH : TULUS CHANDRA PUTRA SIMANUNGKALIT


Runtuhnya Uni Sovyet merubah konstalasi politik internasional dan melahirkan kekuatan baru yakni Amerika Serikat, kekuatan kapitalisme terbesar di dunia dibarengi negara-negara Eropah. Penggulingan Soekarno oleh kaum kanan melahirkan orde baru dengan regim militer-kapitalistik yang direstui kapitalisme internasional. Exploitation d’l nation par’l nation.

Orde Baru hanya mampu bertahan selama 32 tahun akibat dari politik standar ganda Nekolim; istilah Bung Karno. Orde baru dianggap bukan lagi sebagai agen yang harus dipertahankan maka isu-isu HAM dan demokrasi, clean government, dan permasalahan lingkungan dipropagandakan untuk melengserkan Soeharto dari kekuasaan otoritarian.

“Gerakan reformasi adalah pertemuan antara kejenuhan rakyat yang direpresentasikan oleh mahasiswa untuk membongkar orde baru dengan kepentingan Nekolim untuk menyingkirkan Soeharto beserta keluarga dan kroninya. Tetapi karena gerakan reformasi merupakan gerakan yang tidak dilandasi visi dan agenda yang jells serta tidak terorganisir dengan baik. Maka upyay untuk membongkr regim orde baru sebagai regim serta sistemnya tidak berhasil yang terjadi hanyalah penyisihan soeharto dari kursi kepresidenan dan sekaligus terbukanya peluang bagi kaum kontra revolusi yang tersisih pada akhirera Soeharto untuk mengambil alih kendali politik baik kelompok Jakarta Charter, kaum separatis/federalis, liberalis, para petualang yang menempatkan diri sebagai reformis (gadungan) dan kekuatan lain yang merupakan jaringan dari kapitalisme internasional. Kemudian terjadilah berbagai benturan berbgai kepentingan yang melahirkan situasi seperti pada decade 50-an. Di lain pihak terjadilah koalisi antara berbagai kekuatan tersebut dengan kekuatan orba yang ingin mempertahankan staus quo dengan tujuan : melanjutkn program desoekarnoisasi sebagai sasaran utama nekolim, serta melakukan penghancuran kelembagaan termasuk melumpuhkan kelembagaan TNI/Polri. Untuk kepentingan tersebut mereka juga melakukan infiltrasi kedalam berbagai kekuatan, termasuk kekuatan nasionalis.

Kekuatan kontra revolusioner berkonfigurasi dengan golongan anti Soekarno secara sistematis berusaha menghancurkan Amanat Proklamasi kemerdekaan dengan memecah NKRI, mengubur Pancasila dan merombak UUD 1945 sebagai berikut :

v Melalui Pemilu 1999 yang merupakan ‘ Pemilu yang paling tidak demokratis ‘ ( konsep orang mewakili ruang merupakan diskriminasi antar warga Negara berdasarkan daerah pemilihannya), mereka berhasil mendapatkan kursi yang banyak hanya dengan suara yang sedikit ( berasal dari daerah jarang peduduk ).

v RUU PKB diusulkan, tetap ditolak oleh DPR sehingga pending (menggantung). Akibatnya Undang-Undang Subversif juga menjadi pending. Dengan kekosongan UU keamanan Negara tersebut, kekuatan Orde Baru dapat bergerak di luara sistem secara leluasa.

v Proses perombakan UUD 1945 telah dimulai dalam SU MPR dengan dalih melakukan amandemen, tetapi Penjelasan UUD 1945 yang mengandung latar belakang pemikiran dan maksud setiap pasal justru dihilangkan. Terlihat adanya indikasi kuat bahwa proses amandemen dilakukan tanpa mengacu kepada Pembukaan UUD 1945.

v Dengan check and balance, legislative tidak hanya mengurangi wewenang eksekutif dan meningkatkan wewenang legislative tetapi telah melakukan “ coup secara konstitusional “. Pemerintahan presidensiil didorong untuk menjadi pemerintahan parlementer.

v UU Otonomi Daerah (UU No.22) didorong untuk segera dilaksanakan. Ekses dis-integrasi yang timbul telah mempertajam terjadinya konflik etnis dan konflik horizontal lainnya.

v Pencalonan Gus Dur sebagai kandidat Presiden untuk mensukseskan gerakan “ asal bukan Mega ” merupakan bagian dari scenario panjang dari sebuah grand strategy dalam rangka memecah kekuatan Pancasilais da sekaligus merupakan kelanjutan dari proses desukarnoisasi. Di tengah anarki di tingkat elit maupun grassroot serta goncangnya situasi ekonomi, Gus dur dijatuhkan oleh yang mencalonkannya tanpa pertanggung jawaban moral maupun rasa rikuh. Kemudian lahirnya duet antara Megawati yang “diharamkan” dengan Hamzah Haz yang ‘mengharamkannya’ diikuti dengan berbagai perebutan jabatan. Sejumlah pakar mengigatkan agar mewaspadai – bahwa dinaikkannya Megawati ketahta Presiden merupakan perangkap untuk terjebak ke dalam killing ground.

Benturan berbagai kepentingan politik yang diwarnai tindakan anarkis baik ditingkat elite maupun grassroot telah mengakibatkan terjadinya kondisi stagnan dan chaostik. Hal ini dapat menimbulkan berbagai kemungkinan :

1. RI tetap merupakan Negara kesatuan yang utuh sebagaimana diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

2. RI berbentuk Negara Federal, menganut paham demokrasi liberal dan kapitalistik.

3. RI berlabel NKRI, Pancasila dan UUD 1945 tetapi rakyat tidak berdaulat (seperti yang terjadi di zaman Orde Baru).

4. RI menjadi Negara Islam

5. RI bubar (dis-integrasi).

Situasi objektif yang dihadapi oleh kaum Marhaen dan Marhaenis dengan sejumlah tantangan pada dewasa ini:

1. Cengkraman Nekolim semakin kuat, sehingga kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia benar-benar sudah terampas. Bahkan untuk menyusun APBN yang merupakan urusan “rumah tangga” Negara harus mendapat persetujuan lebih dulu dari IMF. Hal harus diwaspai bahwa operasi nekolim yang begitu lihai dan terselubung telah bermetamorfosa . Intervensi, jebakan maupun jeratan dan cekikan yang mereka lakukan selalu diselubungi dengan istilah ”bantuan”.

2. Dis-integrasi social dan territorial merupakan bahaya yang semakin nyata, apalagi setelah diberlakukannya UU No.22 sehingga peluang bagi kaum separatis untuk memecah belah NKRI menjadi semakin besar.

3. Konspirasi antara pendukung Jakarta Charter dengan kaum separatis berjalan dengan intensif, baik secara sendiri maupun sama-sama. Keduanya selalu memanfaatkan setiap peluang yang ada.

4. Berkembangnya pragmatisme dan pola hidup hedonistic sebagai bahaya lain yang sangat substansial sehingga menggerogoti idealisme dan mempertajam kecemburuan social.

5. Benturan antara kekuatan politik yang saling mementingkan kepentingan subjektifnya telah melahirkan situasi stagnan dan chaostik.

6. Ironisnya, dalam situasi demikian, kekuatan Orde Baru yang berusaha mempertahankan status quo masih solid. Mereka bergerak secara sistematis baik di dalam maupun diluar sistem.

Selain hal diatas, kaum Marhaen dan Marhaenis memiliki beberapa peluang dalam kondisi Indonesia yang sekarang ini:

1. Akibat dari tiadanya kekuatan yang solid yang mampu mengendalikan secara efektif arah dan kebijakan politik nasional serta mencuatnya arogansi para elite politik yang telah meninggalkan etika/tata karma berpolitik yang telah menghancurkan kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan nasional. Rakyat sangat membutuhkan hadirnya kepemimpinan moral dan politik secara nasional yang dapat memberikan teladan dan pengayoman.

2. Fenomena yang berkembang di tingkat nasional maupun internasional menunjukkan bahwa pembenaran terhadap (pembuktian atas kebenaran) ajaran Bung Karno semakin berkembang. Di tingkat nasional ditandai dengan semakin pahamnya masyarakat terhadap fakta-fakta yang secara konkrit menunjukkan bagaimana nekolim mencengkram kekuasaan dan kepentingannya, sedangkan di tingkat internasional dapat dilihat dari perkembangan yang terjadi di Malaysia, RRC, Vietnam, Irak, dsb, serta timbulnya berbagai gerakan internasional yang menentang kapitalisme maupun perdagangan bebas.

3. Kesadaran generasi muda untuk mendapatkan pedoman substantif untuk menghadapi hari depannya yang suram akibat dari system yang di praktekkan oleh Orde Baru dengan telah mewariskan beban hutang yang sedemikian besar, terekploitasinya kekayaan alam serta kekacauan dalam kahidupan berbangsa dan bernegara semakin lama semakin berkembang. Generasi muda telah menggugat keadaan yang dihadapi dan sedang mencari pegangan serta acuan untuk memperjuangkan hari depannya untuk meraih kehidupan yang cemerlang.

Kondisi Kekuatan Kaum Marhaenis

Kondisi kekuatan kaum Marhaen dan kaum Marhaenis adalah kondisi yang tercipta akibat dari de-soekarnoisasi yang telah dilakukan secara intensif dan sistematis oleh Orde Baru lebih dari tiga puluh tahun. Penghancuran secara fisik, politis maupun ideologis telah mengakibatkan kekuatan kaum Marhaen dan kaum Marhaenis menjadi berantakan dan memprihatinkan. Namun demikian, kaum Marhaen dan Marhaenis tetap memiliki kekuatan-kekuatan fundamental disamping adanya berbagai kelemahan yang menderanya. Kelemahan- kelemahan tersebut diantaranya adalah:

1. Jumlah kader Marhaenis banyak, berada dimana-mana tetapi tidak terorganisir dengan baik sehingga tidak mampu melahirkan gerakan yang sinergis.

2. Marhaenisme masih lebih cendrung dipahami sebagai wacana politik, tetapi belumdihayati sebagai nilai-nilai budaya sehingga komunitas yang terbentuk belum merupakan komunitas yang memiliki entitas (kesatuan) moral. Akibatnya komunitas yang ada merupakan komunitas yang rapuh dan mudah untuk dikooptasi.

3. Kesadaran kolektif rendah. Hubungan yang terjadi antar kader masih lebih bersifat individual demikian pula dalam menghadapi kehidupan banya kader yang masih memandang sekedar sebagai permasalahan individu, bukan produk dari suatu sistem. Hubungan kerjasama dan saling membantu diantara kader belum merupakan mekanisme dari sebuah system sehingga lebih bersifat kekeluargaan daripada gotong-royong.

4. Lahirnya kader-kader yang menempatkan diri sebagai “konsumen gerakan” terutama bagi mereka yang mengeluarkan dana untuk gerakan. Mereka menuntut bermacam hal yang tidak didasarkan pada pertimbangan ideologi tetapi semata-mata disesuaikan dengan selera pribadinya tanpa dengan terjun ke dalam gerakan.

5. Dalam percaturan politik, kaum Marhaenis berada pada posisi marginal sehingga peluang untuk ikut menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat kecil.

Kekuatan bagi kaum Marhaenis :

  1. Marhaenisme adalah ideologi yang bertolak dari tuntutan hidup manusia yang paling substansial dan bersifat universal, sebagai ideologi yang mengemban aspirasi rakyat maupun manusia secara universal dapat diyakini bahwa Marhaenisme adalah ideologi masa depan.
  2. Akibat dari keterpurukannya selama lebih dari tiga puluh tahun, banyak kader Marhaenis yang sudah terlatih dan mampu untuk bekerja secara individual. Persoalannya hanya tinggal bagaimana menyusun networking (jaringan kerja) agar dapat melahirkan suatu gerakan yang sinergis.

STRATEGI

Strategi untuk mencapai sasaran sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan adalah:

1. Melakukan penggalangan kekuatan Nasionalis, yaitu kekuatan yang mendukung ditegakkannya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta bersikap anti terhadap Orde Baru (ORDE BARU).

· Mengabdi kepada Kapitalisme internasional, sehingga rela untuk menjual bangsa dan Negara.

· Bersikap anti social, yaitu dengan sadar melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta ikut membodohkan rakyat dengan melaksanakan floating mass (massa mengambang). Melalui floating mass itulah yang bersangkutan telah menempatkan diri sebagai floating leader (“pemimpin” yang tidak mengakar dan tidak mempunyai hubungan ke bawah karena tidak meiliki kepedulian terhadap massa/rakyat).

· Menindas

· Represif

· Menghalalkan segala cara untuk mencapai kepentingannya.

· Hipokrit (munafik): sikap yang paling nyata adalah menyatakan melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen, tetapi pada pelaksanaannya justru mengebiri, bahkan menghianati Pancasila dan UUD 1945.

2. Secara intern melakukan konsolidasi terus menerus dengan orientasi dan landasan ideology. Kristalisasi yang mungkin terjadi sekedar merupakan konsekwensi logis dari suatu konsolidasi.

3. Karena selama lebih dari tiga puluh tahun rakyat didepolitisasi, bukan hanya kesadaran dan kebaggaan nasionalnya yang telah tergerogoti, bahkan kesadaran atas hak-haknya sebagai warga negarapun telah terenggut. Oleh karena itu perlu dibangun kembali kesadaran politik rakyat dengan landasan Nation and Character Building, agar kesadaran sebagai warga Negara maupun sebagai bangsa yang berkepribadian dapat ditegakkan.

4. Mendorong berkembangnya golongan fungsional (petani, buruh, nelayan, prajurit, cendikiawan dsb) agar mendapatkan peran yang proporsional dalam perjuangan bangsa.

OPERASIONAL

Sebagai penjabaran atas strategi yang telah ditetapkan, disusunlah kegiatan operasional yang meliputi:

  1. Melaksanakan tiga ofensif yang terdiri dari:

(a) Ofensif ideology

- Melakukan pengkajian/pendalaman ideology dari sumber aslinya, yaitu ajaran Bung Karno, baik yang disampaikan secara lisan maupun secara tertulis agar tidak terjadi penyimpangan dalam penafsiran.

- Melakukan penjabaran sesuai dengan perkembangan actual tanpa melakukan perubahan terhadap substansinya.

- Melakukan sosialisasi dengan membuat “kemasan” yang sesuai dengan sasarannya melalui semua media yang memungkinkan.

(b) Ofensif Organisasi

- Membentuk lembaga strategis dengan fungsi:

1. Mensinergikan gerakan/perjuangan kaum Marhaen dan Marhaenis

2. Merupakan pusat pengkajian dan sosialisasi ideology

3. Sebagai sumber pengkaderan

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga strategis adalah :

1. Merupakan komunitas yang memiliki entitas moral

2. Dengan demikian harus homogen secara ideologis

3. baik organisasi, pengurus maupun anggotanya harus memiliki integritas dan disiplin yang tinggi

4. Didukung Profesionalitas

5. Untuk menjaga kelancaran dan efektivitas pengelolaan, perlu di dukung “pekerja organisasi”

- Membangun Aliansi

1. Strategis

Penggalangan kekuatan progresif revolusioner dengan landasan: mendukung tegaknya NKRI, Pancasila dan UUD 1945.

2. Taktis

Menyatukan kekuatan progresiv revolusioner yang bersifat temporer dengan landasan : anti rezim Orba, anti separatisme dan KKN.

(c) Ofensif Kader

Untuk dapat menggerakkan ofensif ideology maupun ofensif organisasi, diperlukan kader yang mampu melaksanakannya dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan:

1. Inventarisasi kader

2. Spesialisasi kader

3. Mendorong terjadinya dekonsentrasi dan rekonstruksi terhadap infra struktur politik dalam rangka menumbuhkan dan menegakkan demokrasi.

4. Musuh bersama

Musuh bersama bagi perjuangan revolusioner adalah setiap elemen yang benar-benar akan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu:

- “ORBA” dan segala praktek KKNnya

- Kaum separatis

- Para provokator dan petualang yang selalu mencoba memanfaatkan situasi untuk kepentingan sendiri.

-

5. Isu sentral:

Issue sentral yang harus dikembangkan untuk menyatukan arah gerakan serta untuk mendorong berdiri tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan cita-cita Proklamasi.

- Rezim Cleansing – yaitu membersihkan rezim dari elemen ORBA, separatis, provokator dan petualang

- Menegakkan kedaultan rakyat. Sekaligus meluruskan pengertian demokrasi kepada makna yang sebenarnya, yaitu tegaknya keberdayaan dan kedaulatan rakyat.

- Untuk dapat menegakkan kedaulatan rakyat, maka kedaulatan nasional harus di tegakkan, sehingga Indonesia tidak lagi didikte oleh kekuatan asing yang menapun juga.

- Untuk menegakkan demokrasi serta adanya kepastian dan ketentraman hidup, maka supremasi hakum harus ditegakkan. Sebagai konsekwensinya, Pancasila, UUD 1945 terutama Pembukaannya sebagai sember hukum harus ditegakkan.


* KOMISARIS GMNI FISIP USU MEDAN 2004-2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar