Munculnya Gerakan Kontra Revolusioner
OLEH : TULUS CHANDRA PUTRA SIMANUNGKALIT
Kejatuhan Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno menjadi titik balik bagi sejarah Indonesia yang dipenuhi dengan tragedi berdarah ikut menghiasi bingkai sejarah suram bangsa pada sekitar tahun 1965-sampai terpilihnya Soeharto.[1] Sejarah adalah politik di masa lalu, dan politik di masa kini akan menjadi sejarah di masa yang akan datang. Namun pembodohan sejarah yang dilakukan orde baru kepada masyarakat Indonesia, upaya-upaya depolitisasi massa, pemberlakuan asas tunggal adalah lanjutan kebijakan politik orde baru di masa silam. Tahun 1965 merupakan mimpi buruk dalam sejarah revolusi Indonesia. [2]
Pelarangan terhadap ajaran marxisme dan segala ornamenya merupakan konspirasi luar biasa antara kapitalisme internasional dengan golongan Indonesia anti sosialis. Indonesia menjadi ladang pembantaian yang ditujukan terhadap kaum Soekarnois dan komunis secara umum. Bagi kaum soekarnois hal ini merupakan pengalaman pahit dikarenakan kebesaran dan kejayaan Partai Nasional Indonesia (PNI) beserta seluruh underbouw yang menjadi basis kekuatan politik kaum nasionalis Indonesia diporak-porandakan oleh Soeharto (tentara), sedangkan bagi Partai Komunis Indonesia peristiwa 1965 menjadi neraka bagi seluruh kader dan simpatisan PKI.[3]
Partai Nasional Indonesia dengan sayap-sayap politiknya seperti Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), organisasi Pemuda Marhaenis, Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) dan lainya yang mengusung asas Marhaenisme ajaran Soekarno harus kehilangan masa ke-emas-an dalam sejarah bangsa yang pernah digariskan.
Partai penguasa di masa kekuasaan Soekarno ini secara sedemikian rupa direkayasa oleh musuh-musuh Soekarno secara sosial-politik diciptakan menjadi partai yang tak berdaya semasa Soeharto bahkan hingga reformasi sekalipun. Di masa Soeharto, Marhaenisme ajaran Soekarno tak luput dari stigma kiri dan dianggap subversif.[4]
Nasib buruk yang menimpa Partai Komunis Indonesia (PKI) harus dilenyapkan oleh situasi-kondisi politik pada masa lalu, dan oleh penguasa fasis orde baru dianggap sebagai partai terlarang. Sayap-sayap politik PKI yang begitu besar seperti Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), Pemuda Rakyat, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) harus hancur lebur karena tuduhan keterlibatan partai berlambang palu-arit ini dalam penculikan dan pembunuhan ketujuh jenderal.[5]
Partai yang sempat menjalin hubungan mesra dengan Presiden Soekarno dan menjadi salah satu partai terbesar yang dalam pemilihan umum 1955 hingga kini masih diperlakukan dengan tidak wajar dan hingga ini sejarah kelam Indonesia di tahun 1965 tak dapat dituntaskan sama sekali, tak terkecuali sampai pada pemerintahan SBY-JK .[6]
Pasca peristiwa yang sering disebut Soekarno dengan istilah Gerakan 1 Oktober (Gestok) terjadi kerusuhan, penangkapan dan pembunuhan manusia Indonesia yang dianggap terlibat atau sebagai dalang dalam peristiwa pembunuhan ketujuh jenderal, namun kelompok yang tidak terlibat pun turut menjadi korban akibat dari politik konspirasi antara militer dengan kekuatan asing yang sejak dahulu ingin menggulingkan Soekarno dari kursi kekuasaan.[7] Kontroversial seputar peristiwa 1965 ini yang diyakini terdapat dalam Supersemar hingga kini belum dapat diungkap oleh negara, dan seolah-olah hilang atau dihilangkan dari lembaran perjalanan bangsa Indonesia. [8]
Partai Komunis Indonesia (PKI) dianggap sebagai biang keladi terhadap penculikan dan pembunuhan ketujuh jenderal. Tudingan komunis memberikan legitimasi penuh bagi Soeharto (militer) untuk melakukan tindakan penangkapan, penyiksaan, bahkan pembunuhan terhadap orang-orang komunis atau dianggap terkait dengan peristiwa tersebut. [9]
Hal ini merembet sampai kepada upaya pemberangusan terhadap kekuatan pendukung kekuasaan Soekarno bahkan terhadap golongan islam pro Soekarno juga tak luput menjadi korban dalam operasi penggayangan komunisme di Indonesia yang secara penuh dikendalikan oleh Soeharto.
Pembubaran partai tak hanya menimpa nasib PKI saja, bahkan Partai Nasional Indonesia (PNI) juga secara sepihak juga dibubarkan oleh tentara. Penangkapan kaum Nasionalis-Soekarnois yang dilakukan oleh tentara seakan mengidentikan kaum nasionalis adalah kaum komunis, begitu juga dengan golongan islam yang dianggap dekat dan bersimpati penuh terhadap Soekarno.
Skenario asing yang bekerja sama dengan komprador dalam negeri menyadari bahwasanya untuk menggulingkan Soekarno dari tampuk kekuasaan maka terlebih dahulu harus menghancurkan seluruh pendukung Soekarno.[10] Musuh-musuh Soekarno memahami modal asing akan sulit masuk ke Indonesia selama paham sosialisme masih bercokol di tanah air, dan Soekarno sudah menjadi ikon bagi negara-negara sosialis dan Asia-Afrika.
Untuk itu kekuasaan Soekarno harus dihancurkan sebagai syarat mutlak kemenangan kapitalisme sehingga dapat dengan leluasa meng-eksploitasi hasil-hasil alam dan manusia Indonesia yang dijadikan buruh di perusahaan-perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.[11]
Peristiwa Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu) memberi ruang besar bagi musuh-musuh sosialisme untuk bertindak atas nama penyelamatan negara dan Pancasila.[12] Dibalik gerakan-gerakan yang menuntut pembubaran terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) ternyata terdapat agenda negara asing seperti Amerika yang sejak lama ingin menguasai Indonesia pasca Kemerdekaan.[13]
Amerika dan Inggris sendiri menemukan kesulitan untuk menaklukan Indonesia melalui ekonomi & kebijakan politik dikarenakan Indonesia pada era kekuasaan Soekarno menjadi lahan subur bagi paham sosialisme yang merupakan lawan dari ideologi kapitalisme Amerika dan Inggris. Bahkan secara terang-terangan Presiden Soekarno menunjukan sikap anti terhadap negara-negara kapitalis tersebut.[14]
Gerakan sipil kontra revolusioner yang dalam tuntutannya meminta agar Soekarno membubarkan Partai Komunis Indonesia menjadi buah simalakama bagi Soekarno. Namun konsistensi Soekarno ternyata tidak dapat dirubah sekalipun masyarakat semakin mendesak dan kehilangan kepercayaan terhadap Soekarno, meski berujung pada tuntutan terhadap penggulingan Soekarno.[15] Hingga ajalnya Soekarno tidak mau membubarkan PKI.
Keruntuhan regim orde lama dari tampuk kekuasaan menjadi simbol kekalahan bagi kaum kiri Indonesia. Militer dengan TNI-AD dibawah komando Soeharto secara perlahan-lahan mengambil kesempatan hingga berhasil merebut kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno.[16] Orde baru yang disimbolkan sebagai kemenangan bagi kaum kontra revolusioner menjadi antitesa dari orde lama. Sosialisme menjadi barang terlarang di masa orde baru dan dianggap sebagai musuh bangsa, digambarkan sebagai pengkhianat Pancasila dan UUD 1945.
Selama 32 tahun Soeharto berkuasa menunjukan kebencian terhadap paham-paham yang berbau kiri. Negara secara resmi mendukung pemberangusan paham kiri yang dinilai dapat menganggu stabilitas dan pembangunan. Kebijakan politik hasil kerjasama antara legislatif dan eksekutif telah mematikan kebebasan bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi sosialisme di Indonesia.
Selain itu Soeharto juga melakukan upaya pembunuhan karakter terhadap Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno dengan mengeluarkan larangan terhadap ideologi marhaenisme, pembubaran Partai Nasional Indonesia, dan pembunuhan karakter terhadap hal-hal yang menyangkut ketokohan (figur) Soekarno atau disebut de-soekarnoisasi.[17]
Stigmatisasi terhadap ajaran sosialisme, komunisme serta partai-partai pendukung Soekarno, pembunuhan terhadap para pendukung Soekarno semakin melengkapi kemenangan kaum reaksioner, kaum kontra revolusioner serta memuluskan langkah bagi negara-negara kapitalis untuk menanamkan modal serta mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Indonesia telah dikuasai ideologi kapitalisme sejak tahun 1966 ditandai dengan kekalahan kaum kiri dan keruntuhan Soekarno sebagai simbol kekuatan kelompok kiri Indonesia.
Pembelengguan terhadap tumbuh dan berkembangnya ajaran sosialisme di bumi Indonesia menjadi bumerang sendiri terhadap kekuasan orde baru. Represifitas penguasa terhadap aktivis kiri yang notabene adalah kaum-kaum pembela rakyat justru memberikan kebangkitan baru bagi ideologi penyelamat kaum miskin ini, walau semakin ditekan oleh penguasa namun ketertarikan kaum muda terhadap ajaran sosialisme tak serta merta hilang dimana perkembangan teknologi turut memberikan andil besar bagi kampanye ideologi sosialisme di tingkatan generasi muda indonesia.
Masuknya modal asing ke Indonesia hanya melahirkan praktek eksploitasi antar manusia dengan manusia (par’l home d’l home) dan eksploitasi antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain (par’l nation d’l nation). Penghisapan dan eksploitasi kekayaan alam Indonesia dinikmati oleh kaum pemilik modal beserta penguasa dengan antek-anteknya. Masyarakat ekonomi lemah justru menjadi objek eksploitasi dan teralienasi dari hakikat sosialnya sendiri.
Kemiskinan menjadi sumber persoalan dimana wacana pembangunan (developmentalisme) tidak berpihak pada kepentingan masyarakat miskin. Pembangunan sarana yang mendukung kapitalisme lebih diutamakan daripada pengembangan sektor-sektor ekonomi masyarakat. Negara (pemerintah) telah menjadi subordinat atau antek-antek kapitalisme dan mengabaikan tugas-tugasnya sesuai dengan amanah Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945.
Penjajahan gaya baru yang disebut Soekarno nekolim atau neo kolonialisme dan imperialisme, sekarang ini dikenal dengan sebutan popular neo liberalisme (neolib). Pada dasarnya nekolim dan neolib masih menunjukan subtansi kapitalisme yang tetap saja meng-ekploitasi dan menghisap sebagaimana watak daripada kapitalisme itu sendiri. Harus diakui oleh semua pihak Indonesia telah berada dalam cengkeraman kapitalisme sepenuhnya dengan ditandai peristiwa yang oleh sebahagia pihak pro orde baru sebagai revolusi dengan berhasil menggulingkan Soekarno atau disebut peristiwa 1966.[18]
Perkembangan dunia dewasa ini yang telah memasuki abad terbesar dalam sejarah kapitalisme dengan ditandai mengguritanya kekuasaan perusahaan-perusahaan multinasional (Multi National Corporation) seperti Kartel, Trust, dan sejumlah perusahaan asing yang sedemikian lama telah meng-eksploitasi hasil kekayaan alam secara besar-besaran.[19] Paham kapitalisme telah mengakar dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Stigma komunis atau PKI yang dilancarkan oleh pemerintah orde baru terhadap organisasi yang menentang asas tunggal cukup ampuh dan menimbulkan trauma yang dalam terhadap masyarakat./ bahkan secara resmi orde baru mengeluarkan kebijakan politik yang membatasi kebebasan berfikir masyarakat melalaui pelarangan terhadaptumbuh dan berkembangnya paham yang berbau kiri. Orde Baru juga sangat gencar dalam melancarkan upaya de-soekarnoisasi, upaya ini mendatangkan hasil peran Soekarno dihilangkan dari lembaran sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
* DIAMBIL DARI SKRIPSI S1 ILMU POLITIK FISIP USU MEDAN
* KOMISARIS GMNI FISIP USU MEDAN 2004-2005
pemimpin komunis di indonesia berbeda dengan pemimpin komunis di negara komunis lain, aidit salah strategy dengan meraih kekuasaan lewat jalan parlementer, yang akhirnya malah menghancurkan partai itu sendiri. Kader PKI di Indonesia tidak militan dan tidak tahan siksaan sehingga saling menggigit satu sama lain waktu PKI diberangus Soeharto.
BalasHapus